Memang kalau kita membaca laporan
riset Setara Institute yang berjudul “Radikalisme Agama di Jabodetabek dan Jawa Barat” cukup geli, karena datanya gak jelas dan kesimpulannya boleh dikatakan ngawur. Sebut saja, “peneliti” menulis di halaman 80: “…Muhammad al Khaththath, adalah Ketua FUI (Forum Umat Islam). Sebelumnya ia menjabat sebagai sekjen FUI...”
Padahal, kabarnya para “peneliti” anak buah Hendardi itu suka ngintip website Suara Islam dan menjadikan Suara Islam sebagai salah satu sumber datanya. Apakah mereka tidak pernah baca di situs www.suara-islam.com atau di Tabloid Suara Islam sampai hari ini bahwa Muhammad al Khaththath yang menulis di kolom Muhasabah selalu diberi keterangan Sekjen Forum Umat Islam. Tidak pernah diberi keterangan Ketua Forum Umat Islam.
Juga disebut-sebut hasil “riset” bahwa di mata warga Jabodetabek (halaman 63), dibandingkan dengan organisasi Islam lainnya, FPI dinilai sebagai aktor utama kekerasan (61,9%). Berikutnya HTI (3,5%), NU (2,6%), dan Muhammadiyyah (1,9%). Lalu “peneliti” itu mengatakan meskipun secara factual jarang melakukan aksi sendiri, keterlibatan organisasi semacam HTI, NU, dan Muhammadiyyah dalam melakukan kekerasan bisa jadi dikonstruksi oleh keberadaan organisasi-organisasi ini dalam Forum Umat Islam (FUI).
Kesimpulan tersebut entah nyolong darimana? Sebab dalam tulisan maupun grafik dari laporan “riset” tersebut tidak pernah disebut data persepsi masyarakat tentang kuantitas maupun kualitas aktivitas kekerasan yang dilakukan oleh FUI. Para “peneliti” itu juga tidak pernah menyajikan data riil kekerasan yang dilakukan oleh FUI.
Maka wajarlah kalau kawan saya, seorang peneliti dari Singapura yang sudah empat tahun meneliti gerakan-gerakan Islam di sini menilai bahwa laporan Setara itu rubbish, sampah!
Oleh karena itu, dalam menanggapi laporan yang boleh dikatakan setara sampah itu FUI santai saja. Dalam rapat para pimpinan ormas Islam yang tergabung dalam FUI Rabu (12/01/2011) lalu yang membahas hasil “riset” lembaga yang tampaknya tidak puas atas kegagalannya (bersama LSM-LSM sekuler lainnya) mencabut UU No 1/PNPS/1965 dalam persidangan di MK beberapa waktu lalu itu diputuskan untuk memberikan respon yang seperlunya saja. Tidak perlu terpancing provokasi para penyerang Islam tersebut.
Hanya saja yang perlu diketahui oleh umat Islam bahwa standing point Setara Institute adalah menjadi penyerang Islam dan para pejuangnya. Mereka menyerang para ulama dan aktivis Islam dengan menulis para ulama dan pejuang Islam dari berbagai organisasi Islam yang tergabung di FUI itu sebagai “Pembela” (dalam tanda petik) Islam (halaman 107).
Mereka juga menyerang ajaran dan hukum Islam dengan menulis bahwa ada empat doktrin (halaman 164) yang dianut oleh organisasi Islam radikal yang berwatak intoleran. Pertama, doktrin tentang kewajiban menegakkan syariat Islam untuk mengatur kehidupan masyarakat sesuai dengan Al Quran dan hadits. Kedua, doktrin yang mewajibkan untuk memberangus pemurtadan dengan menyebarkan prasangkan jahat kaum Nasrani. Ketiga, doktrin sebagai pembawa kebenaran dengan sikap dan prasangka sesat atau menyimpang atas munculnya sejumlah aliran atau pandangan teologis yang tidak sejalan dengan mereka. Keempat, doktrin perang melawan kemaksiatan dengan menjalankan amar makruf nahi munkar seperti perjudian, perdagangan minuman keras, dan pelacuran.
Dengan menulis seperti itu Hendardi dan kawan-kawannya yang rajin menyerang Islam itu ingin mengatakan bahwa doktrin yang mewajibkan mengatur masyarakat dengan syariat Islam berdasarkan Al Quran dan hadits adalah doktrin yang salah. Hendardi cs nampaknya menganut doktrin wajib menolak diberlakukannya hukum Allah SWT yang ada dalam Al Quran dan Hadits dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang meski mayoritasnya adalah muslim yang yakin dengan kebenaran hukum Allah SWT.
Tentu saja sikap demikian adalah muncul dari hawa nafsu mereka, seperti dahulu di kota Madinah, ketika hokum syariat Islam pertama kali diimplementasikan oleh Baginda Rasulullah saw., para dedengkot Yahudi yang kufur kepada Allah dan Rasul-Nya menolak penerapan hukum syariat Allah dan meminta kepada Nabi Muhammad saw. yang penjadi penguasa atas kota Madinah agar mengadili perkara mereka dengan tidak menerapkan hokum yang diturunkan Allah SWT. Tentu saja Rasulullah saw. menolak permintaan mereka. Allah SWT mengabadikan kejadian itu dalam firman-Nya:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang Telah diturunkan Allah kepadamu. (QS. Al Maidah 49).
Semoga mereka yang menyerang Islam itu mau merenungkan firman Allah SWT di atas dan segera menyadari dan memperbaiki kekeliruan dan kesalahan mereka.
Wallahua’lam!
KH. M. Al Khaththath
Sekjen Forum Umat Islam (FUI)
Source : suara-islam.com